Perbincangan tentang hubungan Islam dan kebudayaan seperti masih belum selesai, padahal manusia adalah makhluk berbudaya dan tak bisa melepaskan diri darinya, sebab kebudayaan adalah segala peripikir dan perilaku manusia, yang menghasilkan pelbagai makna, simbol, bahasa, dan rupa. Secara faktual, perbincangan ini seringkali berangkat dari ikhtilaf di tingkat pendekatan (metodologi) dalam memahami suatu dalil, atau juga dari contoh-contoh praktik kebudayaan itu sendiri di tengah masyarakat.
Dua hal tersebut kerap menimbulkan pandangan di dua kutub yang berjauhan; ada yang sedemikian kerasnya menentang kebudayaan masyarakat dengan beragam label terhadapnya, dan ada yang membiarkan bahkan mengangkat praktik kebudayaan masyarakat tertentu tanpa peduli pada dampaknya bagi pemahaman masyarakat tentang aqidah dan syariat. Wawasan yang lebih jeli dan rinci tentang hal tersebut, karenanya, jadi mendesak untuk dipahami. Pengislaman cara berpikir, memaknai sesuatu, dan menggunakan simbol adalah langkah bagi pengislaaman unsur batin masyarakat, sedangkan menempatkan al-‘urf (kebudayaan) dalam hirarki hukum Islam akan menjaganya dari hal-hal yang menyelisihi syariat.
INSISTS Saturday Forum pekan ini mengundang Firman Arifandi, LL.B., LL.M., dari Rumah Fiqih Indonesia, lembaga pengkaji fiqh dan isu-isu kontemporer dengan semangat wasathiyah, untuk berbicara mengenai hal ini. Ustadz Firman menyelesaikan pendidikan sarjana dan magisternya di International Islamic University of Islamabad, Pakistan, dan kini menjadi pengajar di Sekolah Fiqh, Rumah Fiqh Indonesia.
***
as-salāmu ‘alaykum wa rahmatullāhi wa barakātuh…
Hadirilah INSISTS Saturday Forum (INSAF):
Tema: “Tradisi Masyarakat (al-‘Urf) sebagai Dalil Hukum Islam”
Pembicara: Firman Arifandi, LL.B., LL.M. (Pengajar Sekolah Fiqh, Rumah Fiqh Indonesia)
Sabtu, 8 Desember 2018
Pkl. 10.00 – 12.00 WIB
Aula Imam al-Ghazali, INSISTS, Gedung Gema Insani Lt.1
Jl. Kalibata Utara 2 No.84 Jakarta Selatan
Informasi: Telp: 021-7940381 / WA: 0812 9081 5528
