Pandangan INSISTS tentang hubungan antara identitas keislaman, kebangsaan, dan kewarganegaraan (citizenship) di Indonesia menarik minat peneliti asing, Dr. Chris J. Chaplin. Sosiolog KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde) Belanda ini mendatangi kantor INSISTS pada Selasa, 18 April 2017 lalu, disambut Direktur Eksekutif INSISTS, Dr. Syamsuddin Arif dan Manajer Program INSISTS, Ismail Al-‘Alam. Percakapan berlangsung dalam bahasa Inggris dengan suasana yang hangat.
Kepada Chaplin, Ust. Syam menerangkan bahwa sebagai lembaga nirlaba yang tidak menginduk kepada ormas maupun orpol manapun, INSISTS memiliki kemandirian untuk menawarkan gagasan dan menjalankan kegiatannya. Ada empat kegaitan utama dari INSISTS, yakni pendidikan (edukasi), penelitian (riset), bimbingan dan penyuluhan (konsultasi), dan penerbitan (publikasi).
Terkait dengan tujuan penelitian Chaplin, Ust. Syam menjelaskan, seseorang dapat menjadi muslim dan menjadi Indonesia di saat yang bersamaan. “Agama adalah pandangan hidup sedangkan bangsa adalah suatu komitmen terhadap tanah air dan masyarakatnya,” kata Ust. Syam. Sebagai pandangan hidup, kaum muslim menjadikan agamanya sebagai panduan bagi kehidupan sehari-hari. Ulama-ulama kita di Indonesia sudah merumuskan itu, termasuk panduan dalam berbangsa dan bernegara. “Dua edisi terakhir dari jurnal kami, ISLAMIA, membahas pemikiran dan peran para ulama tersebut,” tambahnya.
Chaplin kemudian menanyakan pandangan Ust. Syam tentang Aksi Bela Islam. “Secara pribadi saya sangat mendukung walau tidak pernah hadir karena memiliki kegiatan lain. Aksi itu adalah aksi konstitusional yang dimungkinkan oleh demokrasi, karena umat Islam merasa dinistakan agamanya dan negara kita memiliki aturan hukum atas penistaan itu,” jawab Ust. Syam. Chaplin kemudian menyebutkan kategorisasinya atas aksi tersebut, yakni Islam Politik yang berbeda dengan Islam Populer dan Islam Kultural.
Namun, kategorisasi itu dikritik oleh Ust. Syam. “Agama Islam bukan seperti kopi di depan kita ini, yang bisa kita amati bentuk, warna, dan asal-muasal daerahnya. Agama Islam ada di benak umat Islam, dan tidak terbagi-bagi seperti itu,” terang Ust. Syam. Meski demikian, Ust. Syam mengapresiasi kedatangan Chaplin. “Terima kasih atas kunjungan Anda dan silahkan datang ke program-program kami yang memang terbuka untuk publik,” ujar Ust. Syams mengakhiri perbincangan. Sebelum pamit, Chaplin sempat membeli sejumlah edisi jurnal ISLAMIA dan buku-buku terbitan INSISTS.