Home Berita INSISTS kembali adakan Workshop Pemikiran Islam di Kairo Mesir

INSISTS kembali adakan Workshop Pemikiran Islam di Kairo Mesir

6140
0

Setelah sempat mengadakan workshop pemikiran Islam di Kairo di tahun 2010, tahun ini 6-8/08/2023 INSISTS kembali mengadakan workshop yang sama kepada mahasiswa Indonesia yang belajar di al-Azhar.

Bersama Lazis al-Salam fil Alamin (ASFA), INSISTS memperkenalkan isu-isu pemikiran Islam yang berkembang dan tumbuh cukup subur di tanah air. Hadir sebagai pemateri, Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Assoc. Prof. Dr. Syamsuddin Arif, Dr. Nirwan Syafrin dan Mohammad Syam’un Salim, M.Ag.

Dalam sambutannya, Kyai Anang selaku ketua dewan syari’ah Lazis al-Salam fil Alamin menyebutkan kemajuan Indonesia pada tahun yang akan datang bertumpu pada sumber daya manusianya; tanpa terkecuali mahasiswa Indonesia di al-Azhar. Oleh sebab itu, penguasaan pada diskursus keilmuan amat dibutuhkan; tanpa terkecuali penanaman juga penguasaan seputar isu-isu pemikiran Islam.

Di forum yang sama, direktur utama INSISTS, Prof. Hamid menggarisbawahi bahwa isu pemikiran harus dijawab dengan pemikiran. Berkembangnya syubhat pemikiran harus mendapatkan jawaban, secara akademis. Maka workshop ini bertujuan membekali mahasiswa Indonesia di al-Azhar agar menguasai problem keummatan pada wilayah pemikiran.

Bertempat di aula Al-Azhar Convention Center (ACC), dan dihadiri oleh 2000 Mahasiswa Indonesia dari Jenjang S1-S3, sesi pertama Prof. Hamid memberikan kuliah umum bertajuk “Worldview Islam”. Dalam pemaparannya, Prof. Hamid menekankan bahwa Islam tidak mengenal keterpisahan antara realitas dan kebenaran. Dengan demikian apa yang riil terjadi di hadapan manusia tidak selalu berarti benar.

Suasana peserta Workhsop Pemikiran Islam yang dihadiri 2000 Mahasiswa Indonesia dari Jenjang S1-S3

Suatu realitas indrawi, sekalipun ia diyakini atau dilaksanakan oleh semua orang (objective reality) dan menjanjikan kebenaran objektif (objective truth) tidak otomatis bermakna (haq) dalam Islam. Fenomena nikah sesame jenis (same sex marriage) misalnya, tidak bisa disebut benar sekalipun secara objektif diakui dan dilakukan oleh masyarakat.

Lebih lanjut, maka dalam worldview Islam dimensi dari realitas tidak terbatas pada satu aspek. Ia berdimensi holistik: yang fisik dan non fisik sekaligus. Ini juga yang kemudian menjadi ciri khas dari Islam, di mana pandangan yang holistik terbentuk. Ada istilah keterpaduan antara Islam, Iman, Ihsan; iman dan amal; aqidah, syariah, akhlak; tauhid, fikih, tasawuf dst.

“Kita tidak sadar bahwa trilogi ajaran Islam ini adalah trilogi yang tak terpisahkan. Banyak yang hanya mengambil satu, dengan melupakan yang lain. Ada orang yang berilmu pengetahuan, namun perbuatannya tidak sesuai dengan ilmunya; tidak ada imannya, ada pula yang mengklaim tinggi iman, namun tidak memiliki ilmu” ujar Prof. Hamid. [] SS

Leave a Reply