Isu dan bahasan seputar Syiah masih menarik untuk dikaji. Apalagi di tengah maraknya kampanye dan wacana pluralisme dan liberalisme beragama di kalangan umat Islam, yang membuat umat kebingungan dan bertanya-tanya akan kebenaran ajaran Islam yang sesungguhnya. Efek gencarnya wacana liberalisme dan pluralisme agama ini pada akhirnya menyeret agar umat Islam tidak memonopoli kebenaran dan menerima keberagaman atas penafsiran agama. Hasilnya, umat Islam diarahkan agar mau menerima aliran-aliran yang sebenarnya bukan hanya berbeda namun juga telah jauh tersesat dari ajaran Ahlussunah, salah satunya ialah Syiah.
Di awal bulan Februari 2019 ini, Dr. Syamsuddin Arif (Peneliti INSISTS) menghadiri dua diskusi ilmiah untuk menyoroti ajaran Syiah dalam kunjungannya ke Mesir. Diskusi pertama bertempat di Auditorium Keluarga Pelajar Jakarta Mesir (07/02), sedangkan diskusi kedua diadakan di Ruwaq Indonesia (08/02).
Dr. Syams, demikian sapaan akrabnya, memang dikenal otoritatif dalam pembahasan tentang Syiah, seperti terbukti dalam salah satu karya ilmiah berjudul “Bukan Sekedar Madzhab: Oposisi dan Heterodoksi Syiah” yang diterbitkan oleh INSISTS.
Dalam diskusi tersebut, Dr. Syams menjelaskan Syiah dalam tiga tipologi; secara terminologi, politis, dan ideologi. Secara terminologi Syiah artinya pengikut, bahkan kata syiah sendiri terdapat di dalam Al Qur’an yang maknanya firqoh atau syu’bah (golongan/pengikut). Kedua dari sisi politik, yang lahir pada saat Ali bin Abu Thalib terpilih menjadi khalifah keempat, dan ini pada masa kini pendukung Ali tersebut telah habis atau tidak ada lagi, terangnya. Ketiga secara ideologi, bagian inilah yang ada hingga saat ini.
Secara ideologi, dijelaskan bahwa Syiah telah menyimpang.” Salah satu paham yang mereka anut misalnya adalah membenci para Sahabat Rasulullah Saw. Mereka juga merupakan para pemalsu dan pengarang hadits Nabi Saw yang diantaranya mengatas namakan al-Baqir, seperti dalam hadis ‘Semua orang selepas meninggal Nabi murtad, kecuali tiga; al-Miqdad ibn Aswad, Abu Dzar al-Gifari, dan Salman al-Farisi.’ Mereka membuat hadis ini tanpa mencantumkan Ali r.a termasuk di dalamnya, yang artinya Ali pun bisa digolongkan termasuk orang murtad. “Hal ini jelas merupakan bagian dari kebohongan dan kebodohan yang mereka ada-adakan,” jelas beliau.
Pemaparan yang ilmiah dan dibawakan secara sederhana oleh beliau membuat para peserta pada akhirnya terpantik menghidupkan suasana diskusi pada sesi tanya jawab bukan hanya seputar isu Syiah, melainkan juga seputar isu sekularisme, modernisme, manhaj, dan sebagainya.
Sumber: “Antusias Mahasiswa Al-Azhar Kedatangan Pakar Syi’ah”, https://www.kompasiana.com/ziaulkausar/5c5e62e1ab12ae0387105d56/antusias-mahasiswa-al-azhar-kedatangan-pakar-syi-ah dan “Menyorot Syiah di Indonesia bersama Dr. Syamsuddin Arif”, http://www.ushuluddin.com/2019/02/menyorot-syiah-di-indonesia-bersama-dr.html?m=1.
Penyunting: Rizqi Fadhila dan Syaidina Sapta Wilandra