Home Artikel Konsep Aql dan Qalb dalam Perspektif Islam (2)

Konsep Aql dan Qalb dalam Perspektif Islam (2)

7449
0

1)      Oleh: Dinar Dewi Kania (Dosen Universitas Trisakti, Jakarta)

 

      Fungsi Qalb

Dalam bukunya Teori Dasar Penyucian Jiwa, Imam Al Ghazali memberikan definisi tentang qalb. Menurutnya lafaz qalb memiliki dua pengertian, yaitu :

Pertama  adalah daging yang bersuhu panas berbentuk kusam berada di sisi sebelah kiri dada, di dalam isinya ada rongga yang berisi darah hitam sekali, dan kalbu itu tempat melahirkan jiwa yang bersifat hewani serta tempat asalnya. Makna kedua adalah sangat lemah lembut, pembimbing ruhaniyah yang memiliki dengan kalbu yang berupa jasmani ini ketergantungan kepada anggota-anggota badan dan sifat-sifat yang disifati, kelemahlembutan itulah hakekat manusia yang mengerti, yang ‘alim, penceramah, pencari ilmu, pahala, dan ganjaran. [1]

Kalbu secara psikologis memiliki daya-daya emosi (al-infi’aliy) yang menimbulkan daya “rasa “ (al-syu’ur). Sementara al-Thabathabai menyebut dalam tafsirnya bahwa fungsi kalbu selain berdaya emosi juga berdaya kognisi. Hal itu menunjukkan bahwa kalbu memiliki dua daya, yaitu daya kognisi dan daya emosi. Daya emosi kalbu lebih banyak ditangkap daripada daya kognisinya, sehingga para ahli sering menganggap kalbu sebagai aspek nafsani yang berdaya emosi. Apabila terpaksa menyebut kalbu sebagai daya kognisi, itupun hanya dibatasi pada kognisi, yang diperoleh melalui pendekatan cita-rasa (zawq) bukan pendekatan nalar. [2]

Fungsi kalbu dalam al Qur’an seperti dalam kategori berikut ini : dari sudut fungsional, kalbu memiliki (1) fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa ; (2) fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta; dan (3) fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa. [3] Sedangkan macam-macam kalbu pada manusia menurut  kondisinya adalah;  (1) kalbu yang selamat, yaitu kalbu yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah dan dari setiap shubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran; (2) kalbu yang mati, adalah kalbu yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak beribadah kepadanya, enggan menjalankan perintah-Nya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya; (3) kalbu yang sakit, adalah kalbu  yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan cenderung mengikuti unsur yang kuat, apakah pada keimanannya atau cenderung kepada syahwat.[4]

2)      Kedudukan aql dan qalb

Para filosof  menganggap  kedudukan  aql lebih mulia dari unsul lainnya, sebab menurut mereka substansi aql yang mutlak adalah Allah, diikuti oleh roh yang dekat kepada unsur cahaya, kemudian nafs yang dekat kepada unsur dan tanah.  Pendapat ini kemudian diikuti oleh filosof-filosof Islam yang berpendapat bahwa al nafs al natiqah (jiwa yang berpikir dengan roh). Nafs sebelum berhubungan dengan badan serupa dengan roh, tetapi sesudah berhubungan dengan badan serupa dengan nafs., dan mereka tidak banyak menggunakan qalb. Menurut mereka aql adalah salah satu kekuatan atau fungsi nafs yang berpikir dan terbagi kepada aql praktis dan aql teoritis.[5]

Namun demikian, kaum sufi memiliki pandangan yang berbeda dengan pemikiran para filosof. Golongan tasawuf menganggap qalb lebih tinggi derajatnya dari aql, sebab qalb dianggap sebagai tempat pengetahuan dan sarana untuk dapat melakukan pengamatan. Tetapi qalb tidak dapat melakukan fungsinya jika tidak suci dari pengaruh panca indera. Dengan banyak berdzikir maka manusia akan mendapatkan pengetahuan/ ilmu ladunni.[6]  Aql di lain pihak, merupakan  sarana untuk mendapatkan ilmu  melalui panca indera dengan cara berpikir.

 

A.    PERKEMBANGAN DI ERA MODERN

Al Attas sebagai cendikiawan Islam yang lahir pada abad ini mengemukakan pandangannya terhadap hakikat Aql dan Qalb.    Menurutnya,  jiwa manusia  merupakan  realitas tunggal dengan empat keadaan (ahwal/ modes) yang berbeda, seperti intelek (‘aql), jiwa (nafs/soul), hati (qalb/heart), dan ruh (spirit). Keempat keadaan itu masing-masing terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kognitif, empiris, intuitif dan spiritual.[7]  Dalam transkrip perkuliahan al-Attas, The Religion of Islam yang ditulis oleh Wan Mohd Shukri, disebutkan persamaan antara aql dan qalb.

The soul is very active. The word that is used for soul is nafs, from which you get nafasa which means moving about all the time (as in breathing). So the word nafs shows something dynamic, something not still and all the time in activity. So the ‘aql (mind) and qalb (heart) are all active, continually doing things, even in your sleep.

 

Menurut al-Attas, sifat nafs adalah aktif, bergerak sepanjang waktu seperti pada saat bernafas, sehingga baik akal maupun kalbu merupakan fakultas yang secara terus menerus beraktivitas walaupun manusia dalam keadaan tidur.[8]

Namun, perkembangan sains dan teknologi dalam bidang kedokteran dan psikologi, khususnya neurosains, membuat penelitian mengenai aql dan qalb semakin  gencar dilakukan para ilmuwan Barat maupun di Islam.  Barat diakui telah melakukan loncatan besar untuk mengetahui konsepsi jiwa  manusia melalui penelitian-penelitian yang bersifat ekperimental. Saat ini, cendikiawan Muslim  pada umumnya hanya  mampu melakukan proses justifikasi terhadap penemuan  penemuan terbaru  dan belum terlibat secara aktif dalam riset-riset ilmiah bidang sains dan teknologi.  Meskipun demikian, pengkonsepsian ulang hakikat dan fungsi ‘aql dan qalb yang dilakukan cendikiawan Muslim sebagai respon terhadap penemuan ilmiah tersebut   harus tetap  mengacu pada penafsiran ulama-ulama terdahulu terhadap nash-nash al Qur’an dan hadits karena epistemologi Barat bagaimanapun adalah sekuler.

Penemuan sains dan teknologi juga  membangkitkan keingintahuan para ilmuwan untuk mengetahui letak atau posisi aql dan qalb dalam anatomi tubuh manusia. Secara teoritis, para ulama Islam terdahulu pada umumnya sepakat bahwa aql bukanlah substansi yang bereksistensi namun fungsi aql berkedudukan pada bagian tubuh manusia yang bernama otak atau brain/ al-dimagh. Walaupun menurut al Ghazali ada sebagian berpandangan bahwa bagian yang berakal dalam tubuh manusia  adalah qalb, namun mayoritas  dari mereka menyatakan bahwa aql  merupakan substansi nafsahi tersendiri yang berkedudukan di otak.  Aql  bukan aktivasi kalbu. Ia memiliki kesamaan dengan kalbu dalam meperoleh daya kognisi, tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal  mampu mencari pengetahuan rasional tetapi tidak mampu pengetahuan supra-rasional.[9]

Berbeda dengan aql, menurut al-Ghazali , qalbu selain merupakan substansi ruhani, ia juga memilik substansi fisik, yaitu  daging yang bersuhu panas berbentuk kusam berada di sisi sebelah kiri dada, di dalam isinya ada rongga yang berisi darah sangat hitam.  Dengan pengertian ini, qalb yang dimaksud al-Ghazali kemungkinan besar menunjuk kepada organ jantung, sebagaimana al-Attas menerjemahkan kata qalb sebagai jantung /heart. 

Al-Qur’an sendiri mengisyaratkan mengenai hal tersebut dalam  surat al-Hajj (22) ayat 46.

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai kalbu  yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah  kalbu yang di dalam dada.

 

Berbeda dengan penafsiran al Ghazali dan al-Attas yang menyatakan  substansi fisik qalb adalah jantung,  Taufiq Pasiak dalam bukunya Revolusi IQ/EQ/ SQ  menyatakan bahwa baik aql maupun qalb menunjuk pada otak manusia. Menurutnya, perlu ada penafsiran ulang terhadap hadits Rasulullah, “Di dalam diri manusia ada segumpal daging. Bila baik daging itu, maka baiklah orangnya. Bila jelek daging itu, maka jeleklah orang itu. Daging itu adalah qalb.”  Dijelaskan lebih lanjut bahwa qalb dalam hadits tersebut bukan bermakna hati/ jantung (heart dalam bahasa inggris), tetapi lebih tepat dimaknai sebagai otak spiritual Karena menurutnya aql memiliki banyak fungsi, yaitu fungsi rasional, fungsi intuitif serta fungsi spiritual. Jika porsi kata aql lebih diperbanyak pada usaha sains, maka kata qalb lebih banyak menunjuk usaha-usaha ruhani. Walaupun kata qalb juga membawa makna kesatuan antara kegiatan sains dan kegiatan ruhani sehingga implikasinya menurut Taufik, ilmu tidak bisa dipisahkan dengan agama.[10]

 

Gambar 1

Anatomi Otak Manusia

 

Sumber : WebMD, http://www.webmd.com/brain/picture-of-the-brain, 10 Januari 2010

Selain pandangan mengenai aql dan qalb dalam perspektif neurosains, berkembang pula pandangan   yang menyatakan bahwa letak qalb secara fisik bukan menunjuk pada organ jantung, melainkan pada rongga dada (thorax).[11]   Sejatinya, perbedaan pendapat mengenai masalah ini memang tidak dapat dihindarkan karena sulit membayangkan  bagaimana organ  jantung bisa memiliki fungsi kognitif  sebagaimana sebagaimana diisyaratkan  dalam al Qur’an  bahwa qalb selain mengacu kepada emosi manusia juga merupakan fakultas aktif yang berfikir.  

Walaupun demikian, kebenaran penafsiran para ulama yang menyatakan bahwa qalb adalah jantung  kini semakin menunjukan titik terang. Sekumpulan ilmuwan Barat yang aktif melakukan penelitian mengenai hubungan jantung dan otak (heart and brain interaction) telah menemukan fakta menarik mengenai kemungkinan adanya aktifitas kognisi dalam jantung manusia. Dalam  website Institute of HeartMath, para ilmuwan ini menuliskan hasil penelitiannya pada  e-book berjudul “The Coherent Heart[12]

Dalam  monograf ilmiah tesebut dijelaskan  penemuan terbaru mengenai interaksi antara   jantung dan otak yang ternyata mempengaruhi berbagai macam aspek dari kemampuan kognitif seorang manusia. Kesimpulan tersebut ditarik setelah  kecanggihan alat teknologi kedokteran mampu menemukan sekumpulan ganglia[13] di dalam organ tersebut  yang dapat berhubungan dengan otak.[14] Berikut adalah gambar yang menunjukkan letak ganglia di dalam jantung, sebagaimana ditemukan dalam otak manusia.

 

Gambar 2

Lokasi dan distribusi intrinsic cardiac ganglia.

 

Sumber : Institute of  HeartMath, 2010.

 

B.     KESIMPULAN

 

·         Aql dan Qalb merupakan keadaan (ahwal/modes) dari jiwa manusia yang bergerak aktif dan terus menerus dengan karakteristik khusus yang dimiliki masing-masing. Dalam Al-Qur’an, kata ‘aql semuanya menunjukan unsur pemikiran pada manusia, sedangkan penggunaan qalb selain merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan emosi tetapi juga pemikiran pada manusia.

·         Fungsi dan kedudukan aql dan qalb  adalah sebagai  potensi intelektual, emosional, imajinatif dan spriritual yang diberikan Allah SWT yang harus dikembangkan dan digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Aql menempati kedudukan yang lebih tinggi dalam pandangan  para filosof  sebab  substansi aql yang mutlak adalah Allah. Adapun golongan tasawuf memiliki pandangan yang berbeda mengenai kedudukan aql dan qalb. Menurut mereka  qalb memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan aql karena qalb dipandang sebagai  tempat pengetahuan dan sarana untuk dapat melakukan pengamatan dan juga pusat spiritual untuk mendapatkan ilmu ladunni.

·         Konsepsi aql dan qalb di era modern akibat penemuan ilmiah dalam bidang sains dan teknologi, tidak menyebabkan perubahan substansial pada definisi aql dan qalb sebagaimana telah dikonsepsikan oleh ulama klasik Islam.  Penemuan ilmiah tersebut hanya menyebabkan perbedaan pendapat mengenai  letak aql dan qalb dalam anatomi tubuh manusia.  Seluruh penemuan tersebut  justru  semakin memperkuat konsepsi aql dan qabl menurut al-Qur’an dan hadits bahwa keduanya adalah substansi yang saling berhubungan  dan masing-masing terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kognitif, empiris, intuitif dan spiritual.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Al Qur’anul Karim

Al-Ghazali, Imam, 2003. Teori Dasar Pensucian Jiwa, Nur Insani, Jakarta.

Az-Za’balawi, Sayyid Muhammad, 2007. Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa, Jakarta, Gema Insani.

Bagus, Lorens, 2005. Kamus Filsafat, cetakan ke-4, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan  Republik Indonesia, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia,  cetakan ke- 3, Jakarta, Balai Pustaka.

Farid, Ahmad, 2007. Tazkiyatun Nafs : Konsep Penyucian Menurut Ulama Salafushshalih, Pustaka Arafah.

Khaldun, Ibn, 2008. Muqaddimah, cetakan ke-7, Jakarta, Pustaka Firdaus.

Langgulung, Hasan, 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam : Suatu Analisa Sosia-Psikologi, cetakan ketiga, Pustaka Al Husna, Jakarta.

Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ; 2005. Antara Neurosains dan Al-Qur’an, cetakan ke-5,  Jakarta, Mizan.

Quthb, Sayyid, 2007. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an ; Di bawah Naungan Al Qur’an, cetakan ke-4, Jakarta, Gema Insani.

 

Shukri, Wan Mohd –ed, 1998. The Religion of Islam ; Course Lecture Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Kuala Lumpur International Institute of Islamic Thought and Civilisation.

Suherman, Endang, 2007. Perpektif Islam tentang Pendidikan Jiwa, Bogor, Program Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun.

 

Wan Daud , Wan Mohd Nor, 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M Naquib Al-Attas, Jakarta, Mizan.

 

Internet:

Amer, Hassan, The Psychology of al-Ghazzali Concept of Normality. http://www.qsm.ac.il/asdarat/jamiea/4/HasanAamer-1.pdf, 2 Januari 2010.

WebMd, http://www.webmd.com/brain/picture-of-the-brain, 10 Januari 2010.

Intitute of HeartMath, http://www.heartmath.org/research/research-our-heart-brain.html, 10 Januari 2010.

Islamic Medical Education Resources-03, Nature of Human (Tabiat Al Insaan), http://omarkasule-03.tripod.com/id654.html,7 Januari 2010

Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Ganglion, 1o Januari 2010


[1] Imam Al-Ghozaly, Teori Dasar Pensucian Jiwa, Jakarta:  Nur Insani, 2003, hal. 44.

[2] Hasbullah Husin, dikutip dari Endang Suherman, hlm. 76-77.

[3] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, dikutip dari Endang Suherman, hlm. 78.

[4] Ahmad Farid, Tazkiyatun Nafs : Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salafushshalih, cetakan ke-18, Jakarta :Pustaka Arafah, 2007, hlm. 26-28.

[5] Langgunung, Manusia dan Pendidikan, hlm. 235- 236.

[6] Ilmu ladduni dimaknai dengan berbagai macam penafsiran.

[7] Wan Mohd Nor Wan Daud, hal. 297

[8]Syed Muhammad Naquib Al- Attas, The Religion of Islam ; course lectures , transcripts prepared by Wan Mohd. Shukri,  Kuala Lumpur : International Institute of Islamic Thought and Civilisation, 1998, hlm. 79.

[9] Endang Suherman, Perspektif Islam, hlm. 81-82.

[10] Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/ SQ, hlm. 29-30. Para ahli otak menemukan bahwa kecerdasan spiritual itu berakar kuat dalam otak manusia. Setidaknya ada empat bukti penelitian yang memperkuat dugaan adanya potensi spiritual dalam otak manusia :1) Osilasi 40 Hz yang ditemukan oleh Denis Pare dan Rudopho Llinas, yang kemudian dikembangkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal, 2) Alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph deLoux dan kemudian dikembangkan menjadi emotional intelligence oleh Daniel Goleman serta Robert Cooper dengan konsep suara hati, 3) God Spot pada daerah temporal yang ditemukan oleh Michael Pesinger dan Vilyanur Ramachandran, serta bukti gangguan perilaku moral pada pasien dengan kerusakan lobus prefrontal, dan 4) Somatic Marker oleh Antonio Damasio. Keempat bukti itu memberikan informasi tentang adanya hati nurani atau intuisi dalam otak manusia, sehingga penelitian ini memperkuat keyakinan bahwa manusia tidak mungkin lari dari Tuhan. Lihat Pasiak, hlm. 27.

[11] Islamic Medical Education Resources-03,Nature of Human (Tabiat Al Insaan), http://omarkasule-03.tripod.com/id654.html,7 Januari 2010

[12] The Coherent Heart ditulis oleh  Rollin McCraty, Ph.D., Mike Atkinson, Dana Tomasino, B.A., and Raymond Trevor Bradley, Ph.D.  Tentang monograph tersebut dijelaskan dalam situs resminya, “…It provides an in-depth understanding of the role of the heart role in the emergence of systemwide coherence and new research findings on how heart-brain interactions affect various aspects of cognitive performance. The Coherent Heart explores communication within and among the body’s systems through the generation and transmission of rhythms and patterns in the nervous and hormonal systems. Using the pattern of the heart’s rhythmic activity as the primary physiological marker, six different modes of psychophysiological function are identified, distinguished by their physiological, mental, and emotional correlates. lihat http://www.heartmath.org/research/research-our-heart-brain.html

[13] Mengenai ganglia atau ganglion disebutkanIn neurological contexts, ganglia are composed mainly of somata and dendritic structures which are bundled or connected together. Ganglia often interconnect with other ganglia to form a complex system of ganglia known as a plexus. Ganglia provide relay points and intermediary connections between different neurological structures in the body, such as the peripheral and central nervous systems. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Ganglion.

[14] Keterangan tentang  hubungan antara  jantung dengan otak dapat dilihat pada  situs IHM

http://www.heartmath.org/research/research-our-heart-brain.html

Leave a Reply