Peneliti Insists Henri Salahuddin menjelaskan bahwa agar mencapai kebahagiaan, manusia mesti memenej unsur-unsur untuk mencapai kebahagiaan itu. “Imam al Ghazali menyatakan bahwa partikel-partikel dalam diri manusia yang dimenej untuk mencapai kebahagiaan itu adalah: mengenal diri, mengenal Allah, mengenal hakikat dunia dan mengenal hakikat akherat. Insya Allah kebahagiaan akan diraih bila mengenal empat ini,”paparnya.
Imam Ghazali membahas masalah ini, pada kitabnya Kimiya as Sa’adah (Kimia Kebahagiaan). Karya ini adalah karya ke 45 sang Imam. “Sedang Ihya’ Ulumuddin adalah karya Imam Ghazali yang ke-28,”terang Henri dihadapan puluhan peserta dua mingguan Insist pada Sabtu lalu (1/12). Dalam Kimia as Sa’adah ini diterangkan bagaimana mendidik diri dengan cara menjauhi hal-hal yang buruk dan mencapai keutamaan dengan menghiasi diri melakukan amal-amal yang shaleh. Dalam kitab ini, menurut Henri, manusia ditanya: Anda siapa? Anda datang ke sini dari mana? Anda diciptakan untuk apa? Anda bahagia karena apa dan Anda sengsara karena apa?
Kemudian Imam Ghazali menjelaskan bahwa manusia mempunyai empat sifat. Pertama sifat binatang ternak, yang bahagia dengan makan, minum dan menyalurkan hasrat seksualnya. Kedua, sifat binatang buas yang bahagia bila berantem atau bertengkar. Ketiga sifat Iblis dan keempat sifat malaikat.
“Bersungguh-sungguhlah untuk mengetahui usul Anda, sehingga Anda kenal jalan menuju Tuhan. Sehingga Anda bisa menggapai kebahagiaan dan mencegah kekangan hawa nafsu syahwat dan marah. Barangsiapa mementingkan apa yang masuk dalam perut, maka nilainya sma dengan apa yag dikeluarkan,”jelas penulis buku ‘Al Qur’an Dihujat’ ini.
Kemudian Henri menjelaskan bahwa manusia ibarat sultan dalam kerajaan. Akherat sebagai negeri tempat tinggalnya. Dunia ini ibarat rumah. Jiwa adalah kendaraan, syahwat adalah pegawai, dua tangan dan kaki adalah pelayan, amarah adalah polisi, quwwatul khayal adalah pejabat tinggi yang mengumpulkan informasi dari mata-mata, quwwatul hifz adalah tempat pengumpul yang dihasilkan pejabat tinggi dan akal adalah menterinya. “Ini semua tujuan akhirnya adalah mengenal Allah (beribadah) dan qalbu adalah kunci untuk mengenal Allah,”terangnya. Karena itu jangan sampai syahwat mengalahkan akal atau qalbu.
Di sini Henri mengritik keras pendapat Freud yang menyatakan bahwa manusia tidak lepas kebutuhannya dari bawah perut (seks).” Karena ada tingkatan kebutuhan atau kebahagiaan manusia yang lebih tinggi yaitu kebahagiaan karena mempunyai ilmu dan sifat-sifat yang terpuji (nafsiyah),”paparnya. Memang tidak dipungkiri, adanya kebahagiaan yang sifatnya badaniyah (atau sifat binatang ternak) seperti kebutuhan makan, seks, kesehatan dan sebagainya,. Di samping juga kebahagiaan yang sifatnya ‘kharijiyah’ seperti manusia gembira karena kekayaannya.
Imam Ghazali menasehatkan agar manusia tidak menuruti nafsu ammarah bis su’ (nafsukeburukan/ kejahatan). Seperti perbuatan seks bebas atau seks sesama jenis (homoseksual/Lesbian), yang menjadikan manusia kedudukannya lebih rendah dari binatang. “Dan kita mesti menjauhi dari sifat-sifat tercela dan menghiasi diri kita dengan sifat-sifat terpuji seperti: iffah, sajaah, hikmah dan adalah, taubah, sabar, syukur, raja’, khauf, tauhid, tawakal dan mahabbah,”papar Henri. Di sinilah Imam Ghazali menekankan pentingnya jihadul akbar, jihad melawan hawa nafsu itu.
Masalah pentingnya ilmu, ditekankan dalam diskusi Insists itu. “Ilmu dapat menimbulkan jiwa yang sakinah, dapat mengenal Allah (ma’rifatullah) dan akhirnya dapat sampai pada nafsu muthmainnah,”jelasnya. Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Uluumuddin, manusia itu ada tiga golongan, temanilah yang dua dan tinggalkanlah yang satu. Pertama, orang yang lebih pandai darimu, maka bertemanlah dengannya niscaya engkau mendapat ilmu. Kedua, orang yang lebih bodoh darimu, temanilah ia dan ajarkanlah ilmu padanya dan ketiga orang yang sombong maka jauhilah ia.*(nh)