Home Artikel Profil Psikolog Muslim: Abu Zaid al-Balkhi

Profil Psikolog Muslim: Abu Zaid al-Balkhi

15202
0

Abu Zayd al-Balkhi (235H-322H/849M-934M) yang memiliki nama asli Ahmad ibn Sahl adalah pakar multi disiplin ilmu pengetahuan (polymath). Muhammad ibn Ishaq Abul Faraj al-Nadim atau lebih dikenal dengan Ibn al-Nadim, dalam kitabnya al-Fihrist menyebutkan bahwa al-Balkhi memiliki 41 karya dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantaranya di bidang ‘Ulum al-Qur’an, Kalam, matematika, geografi, kedokteran, ilmu jiwa, perbandingan agama, politik, sejarah, linguistik, astronomi, sastera dan filsafat. Namun dari karya-karyanya itu, hanya dua kitab yang sampai pada kita, kitab suwar al-aqalim di bidang geografi dan masalih al-abdan wa l-anfus di bidang psikologi.

Al-Balkhi lahir di Syamistiyan, wilayah Balkh (Bactra) dan kini berada di Afghanistan. Ayahnya adalah seorang guru anak-anak. Al-Balkhi tumbuh dewasa dan tinggal di Baghdad selama 8 tahun, di saat kekuasaan Daulah Abbasiyah sudah merosot dan hanya meliputi Baghdad dan sekitarnya. Pada masanya timbul kekacauan politik, sehingga kerusuhan bermunculan di mana-mana.

Namun demikian, kondisi negara yang carut marut di zaman al-Balkhi bukanlah penghalang bagi para ulama untuk mendedikasikan umurnya dalam melanjutkan tradisi ilmu. Bahkan dalam suasana seperti itu bermunculan sejumlah cendekiawan, di antaranya adalah Abu Zayd al-Balkhi.

Al-Balkhi adalah intelektual muslim yang memperkenalkan psikologi Islam dan neuroscience, yakni cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan anatomi, fisiologi, biokimia, atau biologi molekul jaringan saraf, khususnya yang berkaitan langsung dengan perilaku dan pengetahuan.

Di samping itu, dia juga terkenal sebagai tokoh yang pertamakali menemukan psikologi kognitif dan medis (cognitive and medical psychology). Dialah  orang yang pertamakali membedakan antara sakit saraf (neurosis) dan sakit jiwa (psychosis), serta orang yang pertamakali mengklasifikasikan gangguan saraf (neurotic disorders) dan perintis terapi kognitif (cognitive therapy) dalam rangka mengkaji pengelompokan gangguan penyakit ini.

Psikologi kognitif (cognitive psychology) adalah cabang ilmu psikologi yang menyelidiki proses kejiwaan internal, seperti penyelesaian masalah, daya ingatan dan bahasa. Sedangkan psikologi medis (medical psychology) berarti merujuk pada keahlian praktik pengobatan klinik ahli psikologi. Sementara terapi kognitif (cognitive therapy) adalah pendekatan psikoterapi yang bertujuan mempengaruhi gangguan emosi, perilaku dan kesadaran melalui prosedur yang sistematis.

Al-Balkhi mengelompokkan penyakit saraf dalam empat gangguan kondisi mental-kejiwaan, yaitu ketakutan dan kegelisahan (fear and anxiety), amarah dan penyerangan (anger and aggression), kesedihan dan depresi (sadness and depression), serta obsesi atau gangguan pikiran (obsession).

Lebih lanjut al-Balkhi menggolongkan tiga jenis depresi, yaitu depresi normal atau kesedihan, depresi yang berasal dari dalam tubuh dan depresi yang berasal dari luar tubuh.  Individu yang sehat harus selalu menjaga kesehatan pikiran dan perasaan. Maka menurutnya,  keseimbangan antara pikiran dan tubuh sangat diperlukan untuk memperoleh kesehatan yang prima. Sebaliknya ketimpangan antara keduanya justru akan menimbulkan penyakit. Di samping itu, dia juga memperkenalkan konsep pengobatan yang berlawanan (al-‘ilaj bi l-dhid, reciprocal inhibition), di mana konsep ini dikenalkan kembali ribuan tahun kemudian oleh Joseph Wolpe di tahun 1969.

Konsep kesehatan mental dan mental individu, menurutnya,  selalu berhubungkait dengan kesehatan spiritual. Dia adalah orang yang pertamakali berhasil mengkaji bermacam-macam penyakit yang secara langsung mempunyai keterkaitan antara fisik dan jiwa, seperti yang diulasnya dalam kitabnya Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Asupan Badan dan Jiwa).  Al-Balkhi menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani (pengobatan spiritual) untuk menggambarkan kesehatan jiwa, sedangkan untuk menjelaskan pengobatan mental, digunakannya istilah Tibb al-Qalb (pengobatan kalbu).

Al-Balkhi sering mengkritik dokter-dokter di zamannya karena selalu memfokuskan perhatian mereka pada penyakit fisik saja dan mengabaikan penyakit mental dan kejiwaan para pasiennya. Dia berargumen bahwa dikarenakan konstruksi manusia terdiri dari jasmani dan rohani, maka keberadaannya tidak bisa dikatakan sehat tanpa adanya keterjalinan (isytibak) antara jiwa dan badan. Lebih lanjut dia katakan: “Jika badan sakit, jiwa pun akan banyak kehilangan kemampuan kognitifnya dan tidak bisa merasakan kenikmatan hidup”. Sebaliknya dia juga menjelaskan “Jika jiwa sakit, badan pun kehilangan keceriaan hidup dan bahkan badannya pun bisa jatuh sakit”.

Pemikirannya tentang kesehatan mental, digalinya dari al-Qur’an dan Sunnah. Di antaranya adalah QS. 2:10, “Dalam hati mereka ada penyakit“. Dan Sabda Nabi: “Ketauhilah! Sesungguhnya dalam badan manusia itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka seluruh badannya akan baik. Tetapi jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badannya. Ketauhilah bahwa ia (segumpal daging) itu adalah kalbu”. (HR. al-Bukhari)


Kitab Mashalih al-Abdan wa l-Anfus

Kitab ini membahas tema-tema yang berkenaan dengan kesehatan badan dan jiwa. Kitab Mashalih yang manuskripnya tersimpan di Istambul ini terdiri dari dua bab, yakni Mashalih al-abdan yang mencakup 14 bagian dan masalih al-anfus yang mencakup 8 bagian. Karya ini tergolong penting, mengingat ia adalah karya pertama yang membahas utuh masalah kesehatan. Di samping itu, tema pembahasannya sangat komprehensif, kaya nilai ilmiah dan sistematis.

Dalam penulisannya, al-Balkhi menggunakan metode deduktif (al-manhaj al-istidlali), kausalitas (sababiyyah), terapan, eksperimen dan metode instruksional. Penggunaan metode pembahasan yang integral dengan wahyu, terlihat jelas saat dia tidak hanya mencukupkan kajiannya pada fenomena alam secara empiris, tapi berlanjut pada pembacaan hikmah yang tersembunyi di baliknya. Menurutnya, Sunnatullah berlaku umum untuk semua makhluk-Nya. Dengan demikian al-Balkhi telah membawa teori integral yang disertai penjelasan faktor-faktor kausalitas tentang gangguan kejiwaan yang persis sama dengan karya-karya kontemporer.

Di antara nasehat al-Balkhi yang terkenal, “Kematian adalah keniscayaan, maka janganlah engkau takut padanya. Dan jika engkau takut apa yang akan terjadi setelah kematian, maka perbaikilah dirimu sebelum kematianmu. Takutlah akan kejahatanmu, bukan pada kematianmu!” (la budda minal maut, fa la takhaf minhu, wa in kunta takhaf mimma ba’dal mauti, fa ashlih sya’naka qabla mautika, wa khaf sayyiatika, la mautika).

 

Penulis: Elizabeth Diana Dewi, staf  Direktorat Timur Tengah Deplu RI

 

 

Leave a Reply