Home Sosok K.H. Abdullah Syafi’ie: Ulama Pejuang

K.H. Abdullah Syafi’ie: Ulama Pejuang

1990
0

k-h-abdullah-syafiie

Nama K.H. Abdullah Syafi’ie bagi kaum Muslim, khususnya warga Jakarta, tentunya sudah tidak asing lagi. Ulama karismatik ini dikenal dengan kedalaman dan keluasan ilmunya. Lebih dari itu, Abdullah Syafi’ie juga terkenal dengan ketegasan, kegigihan, dan semangat pantang mundur dalam memperjuangkan kebenaran Islam.

Ulama terkenal Prof KH Ali Yafie pernah mengatakan bahwa “K.H. Abdullah Syafi’ie adalah tokoh pemberani, ikhlas, dan tak jemu dalam berdakwah. Beliau sangat tegas dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.”

Kasus yang sangat monumental terjadi dalam penolakan RUU Perkawinan tahun 1974,”. RUU itu ditolak keras oleh umat Islam karena isinya yang sangat sekular. Puncak protes umat Islam, Akhirnya, massa Islam berhasil menduduki ruang sidang paripurna dan menggagalkan pengesahan RUU sekular tersebut.

Menurut KH Ali Yafie, pada saat itu gedung DPR diduduki siswa dan mahasiswa yang mayoritas pelajar dan mahasiswa Asy-Syafi’iyah. Kabarnya, salah satu aktor di belakang gerakan siswa dan mahasiswa ini adalah KH Abdullah Syafi’ie yang terus memberi semangat melalui siaran radio yang disiarkan setiap subuh.  Bahkan Menteri Agama saat itu, Mukti Ali terpaksa dibawa keluar DPR lewat pintu belakang karena gedung DPR dikepung para demonstran. (Lihat, KH Abdullah Syafi’ie di Mata Para Tokoh, Ulama, dan Cendekiawan Muslim, hlm: 36)

Kecintaan Kyai Abdullah Syafi’ie terhadap ilmu dan pendidikan juga luar biasa. Saat usia 18 tahun ia meminta ayahnya, H. Syafi’ie,  untuk menjual sapi-sapi miliknya yang kandangnya dibuat di samping rumah. Ia ingin menjadikan tempat tersebut untuk berkumpul dan mendalami serta mendiskusikan ilmu agama dengan teman-temannya. Ayahnya meluluskan. Itulah madrasah pertama yang didirikan KH Abdullah Syafi’ie pada tahun 1828.

Tahun 1933 KH Abdullah Syafi’ie berhasil melebarkan sayap dakwahnya dengan membeli sebidang tanah yang kemudian diwakafkan dan dijadikan masjid dengan nama Masjid al Barkah.  Sejak itulah Masjid al Barkah semakin dikenal karena keramaian jama’ah dan kepiawaian KH Abdullah Syafi’ie memikat hati jamaah dalam berbagai ceramahnya.

Tahun 1954, Kyai Abdullah Syafii membeli lagi tanah di depan Masjid al Barkah yang diniatkan untuk pengembangan Sekolah Menengah atau Tsanawiyah yang kemudian resmi dinamakan Perguruan As-Syafi’iyyah.  Di dalamnya ada lembaga pesantren untuk putra dan putri dan madrasah yang berjenjang mulai Ibtidaiyyah, Tsanawiyyah dan Aliyah. Dari hari ke hari, Perguruan As-Syafiiyah semakin berkembang.

Tahun 1967 Sang Kyai membuat terobosan besar dalam dakwah dengan mendirikan stasiun Radio As Syafi’iyah. Ini bisa dibilang baru dalam dunia dakwah. Salah satu tujuannya, membentengi umat dari kekuatan komunis yang saat itu telah mendirikan UR (Universitas Rakyat) dan memiliki pengaruh kuat. KH Abdullah Syafi’ie memanfaatkan media radio tersebut untuk membentengi umat dari paham komunis, perjudian, dan berbagai masalah yang dapat menghancurkan keimanan umat Islam.

Keunikan Kyai Abdullah Syafi’ie, ia bukan hanya mendirikan lembaga. Tapi, ia mengajar langsung murid dan santrinya.  Sesekali, Kyai masuk ke kelas-kelas, sekolah atau masjid dengan memberi dorongan dan keteladanan. Seorang alumni As-Syafi’iyah berbagi pengalaman, KH Abdullah Syafi’ie setidaknya datang ke sekolah tiap dua bulan. Dalam setiap kunjungannya, ia menulis kalimat bahasa Arab di papan tulis. Lalu dimintanya salah satu murid untuk mengi’rab (menganalisis secara tata bahasa Arab) kalimat tersebut. Jika murid tersebut berhasil mengi’rab dengan benar, maka beliau langsung mendo’akannya. Jika gagal, ia memberi peringatan keras dan mendorong murid belajar lebih giat. Dalam kegiatan pengajian pun, Kyai Abdullah Syafi’ie sangat memperhatikan bacaan para muridnya saat membaca kitab kuning,  sampai titik koma, dan tata bahasanya.

Pesan-pesan
KH Abdullah Syafi’ie dikenal sebagai ulama yang sangat membenci kebodohan. Ia senantiasa mengobarkan semangat para murid dan santri agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Sebuah kata-kata hikmah dari Imam as-Syafii rahimahullah, yang sering ia kutip untuk para santrinya: “”.
Dijelaskan oleh Sang Kyai: “Bercita-citalah seperti cita-cita para raja, terbanglah jiwamu setinggi-tingginya untuk mencapai cita-cita mulia. Pandanglah kehinaan diri sebagai kekufuran. Kehinaan diri karena tidak berilmu adalah suatu bentuk kekufuran, karena merupakan pengingkaran terhadap anugerah Allah yang memberi kedudukan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang sangat mulia, sebagaimana tersebut pula dalam hikmah yang lain kadal faqru an yakuna kufra (kefakiran itu dekat kepada kekafiran.”

Dalam sebuah khutbah Jumat, Kyai juga menyampaikan pesan: “Sejak dari Nabi Ibrahim bahkan dari rasul-rasul sebelumnya terpeliharalah nur ilahi atau cahaya Tuhan yang diwujudkan menjadi agama untuk menuntun hidup manusia menuju keselamatan dan kesejahteraan. Dipelihara dan dijaga dibela dan dipertahankan dengan segala daya dan kesanggupan dengan segala macam pengorbanan oleh pengikut-pengikut dan para pembela rasul-rasul dari segala macam kerusakan dan permainan hawa nafsu dan bujukan setan. Dari sejak itu sampai kepada masa kita sekarang ini dan seterusnya sampai kepada anak cucu kita turun temurun hingga hari kiamat. Kalau berhasil atau sekurang-kurangnya kuat hamba-hamba dan budak-budak hawa nafsu dan pengikut-pengikut iblis itu dalam usahanya menggelapkan nur Ilahi, agama Allah yang suci dan membuat wiswas dan keragu-raguan maka dunia ini banyaklah terdapat manusia yang hidup dalam kegelapan dan kesesatan tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh untuk menuju keselamatan dan kesejahteraan.”

Penggalan khutbah yang ditulis KH Abdullah Syafi’ie itu meunjukkan bahwa Sang Kyai Betawi ini merupakan sosok yang sangat gigih dalam membela Islam dari berbagai pemikiran sesat yang berkembang pada masanya. Karena itulah, ia tidak pernah mengenal lelah dalam mengajar dan berjuang membela Islam, khususnya di wilayah Ibu Kota Jakarta.

Saat Gubernur Ali Sadikin melemparkan wacana agar “umat Islam yang meninggal dunia tidak perlu dikubur melainkan cukup dibakar saja karena tanah di Jakarta sudah mahal”, maka KH Abdullah Syafi’ie menjadi salah satu penentang terdepan.

Ia juga menolak legalisasi perzinahan dan perjudian yang ketika itu sedang diusahakan. Ia bukan hanya menentang melalui ceramah. Sang Kyai juga mendirikan Majlis Muzakarah Ulama dengan merangkul ulama lainnya seperti KH Abdussalam Djaelani, KH Abdullah Musa dan lain sebagainya. Dalam majlis itulah dibahas berbagai masalah umat dan bangsa, seperti soal perjudian, P4, kuburan muslim, dan sebagainya.  Saat ada wacana akan ada batasan azan subuh, Kyai juga muncul sebagai penentang keras kebijakan tersebut.

Saat pemerintah berencana melegalisasi Aliran Kepercayaan, KH Abdullah Syafi’ie juga termasuk orang yang keras menentang. Bahkan ia sampai mengumpulkan 1000 ulama yang memiliki integritas untuk berbaiat menolak kebijakan pemerintah tersebut. Kabarnya, itulah yang antara lain membuat Pak Harto mundur dari gagasannya.

Melalui radio yang dimiliknya, ia terus mengajak umat untuk melawan kebijakan yang menyudutkan umat Islam. Sikapnya berpedoman pada sabda Nabi:  “Qul al Haq wa lau kana murran” (katakanlah kebenaran, meskipun itu pahit). Kyai Abdullah Syafi’ie tidak segan dan gentar untuk berseberangan sikap dengan penguasa saat itu.

Namun sikap tegas tersebut, diimbangi dengan dakwah yang persuasif yang pada akhirnya meluluhkan sikap keras Ali Sadikin dan membuatnya berubah pikiran di hadapan KH Abdullah Syafi’ie. Karena itu, bukan aneh, jika KH Abdullah Syafi’ie memang seorang ulama yang sangat disegani oleh umat dan penguasa.

Kini, umat merindukan hadirnya ulama-ulama yang berilmu tinggi dan bermental singa seperti ini. (***)

Leave a Reply