Salah satu pengaruh sekularisasi dalam membaca fenomena keluarga adalah perluasan istilah keluarga (family) menjadi “keluarga-keluarga” (families). Menurut kalangan sekuler, konsep tunggal keluarga yakni pasangan laki-laki dan istri yang menikah secara sah lalu mempunyai anak sudah usang. Pandangan bahwa keluarga cuma satuan terkecil dari masyarakat membuat mereka berpendapat bahwa apapun komposisi rumah tangganya, selagi tercatat secara administratif dan berkontribusi bagi masyarakat dan negara, sudah bisa disebut keluarga.
Pasangan pezina, termasuk gay, lesbian, bahkan penyuka seksual dengan binatang, selagi menetap dalam satu rumah dan tercatat di dalam administrasi kependudukan, sudah dapat disebut “keluarga”, dan memiliki hak dan kewajiban setara dengan pasangan normal yang menikah secara halal. Di samping itu, nilai-nilai sekuler lain juga mendesak kesadaran keluarga normal sehingga mengganggu kerukunan. Atas nama egalitarianisme dan demokrasi, orang tua dipandang tabu jika mendidik anak-anaknya, baik secara halus atau paksanaan, untuk melaksanakan nilai-nilai tertentu.
Semangat sekularisasi ini menjadi mitos pembebasan yang diimani para pengingkar syariat Islam. Tetapi dari dalam dunia akademik sekuler sendiri, seorang sosiolog Jerman, Ulrich Beck, sudah menyebut persoalan pergeseran struktur dan norma keluarga itu sebagai hal penuh risiko yang akan “meledak seperti nuklir di kemudian hari”. Konsep keluarga di Barat, bersama dengan konsep tatanan sosial, politik, bahkan sains dan teknologi, bagi Beck memang cuma distribusi risiko yang akan mengantarkan manusia dari tragedi ke tragedi.
Sebagai muslim, kita tak butuh dan mestinya tak terpengaruh oleh kebathilan seperti itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah suri teladan terbaik bagi manusia dalam perannya baik sebagai ayah, ibu, anak, dan saudara, di segala tempat dan zaman. Dalam menghadapi syubhat-syubhat penuh kekufuran itu, memahami cara pandang Islam terhadap kebenaran dan hakikat adalah penting, apalagi bagi keluarga muslim modern. INSISTS Saturday Forum (INSAF) pekan ini menghadirkan Dr. Dinar Dewi Kania untuk membicarakan hal tersebut, dan mengundang rekan-rekan yang peduli tentang persoalan keluarga untuk turut hadir dan diskusi bersama. Dr. Dinar adalah peneliti INSISTS dan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, yang telah menghasilkan banyak karya dan pendidikan publik di bidang isu-isu perempuan dan keluarga.
***
as-salāmu ‘alaykum wa rahmatullāhi wa barakātuh…
Hadirilah INSISTS Saturday Forum (INSAF):
Tema: “Sekularisasi Nilai-nilai Keluarga dan Urgensi Islamisasi Ilmu”
Pembicara: Dr. Dinar Dewi Kania (Peneliti Senior INSISTS)
Sabtu, 8 September 2018
Pkl. 10.00 – 12.00 WIB
Aula Imam al-Ghazali, INSISTS, Gedung Gema Insani Lt.1
Jl. Kalibata Utara 2 No.84 Jakarta Selatan
Informasi: Telp: 021-7940381 / WA: 0812 9081 5528