Home Sosok Mohammad Baharun: Ilmuwan “Tiga Dunia”

Mohammad Baharun: Ilmuwan “Tiga Dunia”

7196
0

Prof.DR.H.MohammadBaharunSHMA_thumb

Sosok pria yang satu ini bisa dikatakan sebagai seorang yang mempunyai profesi dalam “tiga dunia”. Dulu, ia pernah malang-melintang di dunia kewartawanan. Selama 11 tahun lelaki ini menjadi reporter Majalah Berita Mingguan TEMPO untuk Indonesia Timur, yang berkantor di Surabaya. Dialah Mohammad Baharun yang kemudian menjadi dosen dan da’i (juru dakwah). Meskipun sudah tidak aktif di lapangan sebagai reporter, ia masih menulis kolom dan menghasilkan sejumlah buku, termasuk buku tentang jurnalistik.

Perjalanan keilmuan Mas Baharun – begitu dia biasa dipanggil – cukup menarik. Dari Majalah TEMPO, ia eksodus  ke Harian Berita Buana. Di sini, ia sempat dipercaya menjadi penangung-jawab Rubrik Features dan Surat Pembaca, juga sekaligus mengepalai Sekretariat Redaksi.

Lepas dari Koran Berita Buana, pria kelahiran Bangil (Pasuruan) ini kembali ke Surabaya memimpin Majalah Dwi Minggu SEMESTA. Majalah keluarga sakinah ini sempat dua tahun terbit, mengisi kekosongan Majalah AMANAH yang absen. Baharun tidak berhenti melangkah. Semangat jurnalistiknya tetap bergairah. Di kota yang sama ia menerbitkan majalah bulanan SDM (Sumber Daya Manusia) KHAZANAH yang berisi tentang manajemen SDM dan kewirausahaan. Ini pun hanya berumur setahun. Lepas itu, ia masih mengelola tabloid berita mingguan STANDAR dan jurnal ilmiah BAYAN.

Pasca reformasi, banyak media cetak mengalami ‘lesu darah’ dalam bersaing dengan media elektronik. Maka sejak itu pula Baharun mulai aktif di dunia akademis. Ia memilih menjadi dosen di sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Dia mengajar di Universitas Islam Malang (Unisma), Institut Agama Islam Ibrahimi (IAII) Situbondo dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Dalwa di Bangil. Karena tuntutan sebagai dosen semakin tinggi, ia pun  lantas mengikuti jenjang pendidikan lebih tinggi pula. Baharun kemudian masuk menjadi peserta program S2  Pascasarjana di Unisma, mengambil konsentrasi syariah.

Sebelumnya ia memang lulusan Unisma dari dua Fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Hukum. Karena mengajar di FKIP, maka ia berhak mendapat beasiswa ke program Pascasarjana di kampus yang sama. Modalnya wartawan dan penulis, memudahkan Baharun menyelesaikan pendidikan pascasarjananya dengan cepat. Usai pendidikan S2, sambil tetap mengajar di PTS dan memberikan diklat (pendidikan dan latihan) Jurnalistik, ayah 4  anak  yang kini sudah berusia setengah abad ini tetap mengajar baik bidang agama maupun jurnalistik dan tulis-menulis. Tidak terhitung banyaknya wartawan dan penulis yang “dicetak” oleh mantan ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya ini.

Di tempatnya mengajar, Unisma,  ia pernah membuka Laboratorium Jurnalistik. Selain itu ia pun menggebrak dunia pesantren dalam soal tulis menulis. Dua pesantren besar di Jawa Timur yaitu PP Sidogiri dan PP Sukorejo, merasakan sentuhan Baharun. Sejak diperkenalkan jurnalistik dan tulis-menulis oleh Baharun, maka banyak penerbitan yang  dihasilkan. Demikian pula banyak santri mulai percaya diri untuk menulis di media umum. Bahkan ada beberapa santri yang menjadi juara nasional menulis artikel dan ada pula yang memenangi lomba puisi dan sebagainya.

“Sebenarnya pesantren itu memiliki potensi para santri yang besar, hanya saja selama ini belum ada yang memotivasinya. Saya merasa wajib memotivasi mereka agar berani menjadi orang sukses dan berprestasi,” kata Baharun tentang “aset” pesantren itu.

Seiring dengan kemajuan dan tuntutan jenjang pendidikan, Baharun pun tidak puas hanya sebagai tamatan S2. Pada tahun 2001 ia masuk program S3 PPs IAIN Sunan Ampel Surabaya, mengambil konsentrasi Pemikiran Islam dan lulus tahun 2006. Judul disertasi yang ia ambil cukup ekslusif yakni “Tipologi Pemahaman Doktrin Syi’ah di Jawa Timur”.

Bagi Mohammad Baharun yang sejak tahun 1979-1980 (persis Revolusi Iran) sudah berhubungan dengan Kedubes Iran ini, masalah Syiah adalah fenomena yang menarik untuk dikaji dan dicermati. Untuk itu,  dua buah judul mengenai Syiah dan Iran pernah ia tulisnya. Ia sendiri selain aktif sebagai dosen dan kolomnis, juga telah menghasilkan sejumlah buku, mulai dari kajian agama, sastra, jurnalistik dan biografi tokoh. Tak kurang kini ada 30 judul buku yang telah diterbitkan berbagai penerbit di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya.

Khusus untuk kajiannya tentang Syiah, Baharun bisa dikatakan salah satu cendekiawan Sunni yang cukup mumpuni pemahamannya tentang doktrin Syiah. Seperti pernah ditulis di MBM GATRA, disertasi yang ekslusif Baharun itu adalah pertama kali di Indonesia dalam soal kajian Syi’ah. “Selama ini studi tentang Syiah didominasi  kajian-kajian teks, tapi sebenarnya untuk menjelaskan secara holistik mengenai suatu aliran,  sebaiknya selain tekstual juga memakai studi fenomenologi,” kata Mohammad Baharun tentang keahliannya itu. Karena khasnya kepakaran itu, Baharun menjadi salah satu rujukan penting bagi banyak organisasi Islam dalam kajian pemikiran Islam.

Berbeda dengan sejumlah cendekiawan, Baharun tidak memilih hidup bertengger di menara gading. Dunia dakwah di tengah masyarakat tidak pernah ditinggalkannya. Di sela-sela kesibukannya sebagai dosen dan kolumnis,  ia aktif berjumpa dengan berbagai kalangan umat. “Setiap Muslim sebenarnya punya tanggung-jawab untuk melakukan amar makruf nahy munkar,” katanya suatu  ketika.

Karena kepiawaiannya itu, maka sejak 4 tahun lalu dia terpilih sebagai Ketua Bidang Dakwah dan Penerangan PB Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan sekaligus merangkap sebagai Ketua Umum Lembaga Dakwah Tarbiyah di organisasi yang sama. Karena jabatannya itu, maka ia bersama juru dakwah lainnya punya jadwal keliling Sumatra (basis Tarbiyah) untuk bertabligh di hari-hari besar, bahkan juga sampai keliling Kalimantan dan Sulawesi.
Kariernya sebagai dosen kini sudah sampai ke puncak, setelah mendapat anugerah sebagai Guru Besar Sosiologi Agama. Hampir dua tahun ini ia memimpin sebuah PTS sebagai Rektor Universitas Nasional PASIM di Bandung. Sebagai cendekiawan, tidak saja mengajar, berseminar  dan menulis buku, Baharun kini diminta sebagai narasumber di LEMHANNAS RI, seperti sebulan lalu ketika diadakan Round Table Discussion (RTD).

Dua bulan lalu, Prof. Dr. H. Mohammad Baharun, SH, MA juga dikukuhkan sebagai Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Dengan seabrek aktivitasnya, kini lengkaplah sosok pria keturunan Arab yang ayahnya juga pendidik, penulis,  juga ulama yang dijuluki “Kamus Berjalan” di Bondowoso” sebagai seorang yang berprofesi dalam tiga dunia: dosen, penulis dan juru dakwah.

Leave a Reply