Home Sosok Menggeluti Sains Islam – Wawancara Paul Lettinck

Menggeluti Sains Islam – Wawancara Paul Lettinck

1558
0

 Paul Letticnk

Berikut adalah wawancara eksklusif Paul Lettinck dengan Dr Syamsuddin Arif, Direktur Eksekutif INSISTS

Kendati terdengar aneh di telinga kebanyakan orang, istilah sains Islam atau Islamic science sebenarnya sudah cukup lama digunakan oleh para sarjana dan peneliti di dunia internasional. Tidak hanya sebagai wacana atau ide, tetapi sudah menjadi program studi di perguruan tinggi dan agenda riset di lembaga penelitian di banyak negara. Namun dalam memaknai dan mendefinisikan apakah Islamic science itu sendiri masih sering diperselisihkan. Satu hal yang secara implisit disepakati adalah bahwa sains Islam itu terkait dengan kemunculan dan penyebaran dakwah Islam, bahwa sains Islam itu berkembang di dunia Islam, dan sains Islam itu bagian yang tak terpisahkan dari peradaban Islam, dan –yang lebih penting lagi– sains Islam itu mencerminkan cara pandang Islam alias Islamische Weltanschauung.

Dalam rangka menumbuhkan kesadaran pentingnya mengenal dan mengkaji sains Islam, Direktur Eksekutif INSISTS yang baru, Dr Syamsuddin Arif, mewawancarai Paul Lettinck, mantan Guru Besar di ISTAC Kuala Lumpur yang memegang dua gelar Ph.D, satu dalam bidang fisika nuklir (1973) dan Ph.D kedua (1991) dalam bidang kajian Semitik dari Vrije Universiteit Amsterdam, Netherlands. Buku-buku Paul Lettinck yang telah diterbitkan antara lain: Aristotle’s Physics and its Reception in the Arabic World (Leiden: Brill, 1994), Aristotle’s Meteorology and its Reception in the Arab World (Leiden: Brill, 1999), Philoponus: On Aristotle Physic 5-8 with Simplicius: On Aristotle on the Void (Bloomsbury, 2014), dan sejumlah artikel di jurnal internasional. Menjelang kunjungannya ke Jakarta awal pekan depan, ia berkenan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut seputar perjalanan karir dan pendapatnya mengenai sains di dunia Islam.

Tanya : Apa kabar ?

Kabar baik, dan saya rasa gembira karena diundang oleh INSISTS. Saya berharap bisa bertemu dengan banyak orang dari Jakarta dan sekitarnya yang tertarik pada sejarah sains Islam.

Tanya : Kami dengar Anda mempunyai dua gelar doktor –satu dalam bidang fisika nuklir dan satu lagi dalam bidang semitik. Bisa Anda ceritakan bagaimana latarbelakang keputusan Anda untuk mempelajari bahasa-bahasa semitik?

Seorang sarjana fisika [di negeri Belanda] biasanya akan berkarir sebagai guru di sekolah menengah [jika bukan bekerja di industri]. Saya sendiri pernah mencoba itu selama beberapa tahun. Namun ketika liburan dalam pengembaraan saya di kawasan Afrika Utara [Maroko, Aljazair, Tunis, Libya], saya mulai berkenalan dengan budaya Arab [yakni peradaban Islam], yang menurut saya waktu itu cukup menarik. Karena saya tidak berpikir untuk selamanya menjadi guru fisika di sekolah menengah, maka saya lantas mengubah haluan dan memutuskan untuk belajar bahasa Arab. Dan ternyata saya dapati bahasa Arab itu bagus, luas dan kaya dengan berbagai jenis literatur yang menarik untuk dipelajari.

Tanya : Anda pernah mengajar 9 tahun lamanya di ISTAC [International Institute of Islamic Thought and Civilization, Kuala Lumpur], sebagai guru besar sejarah dan filsafat sains Islam. Apakah yang Anda ajarkan di sana dan apa sebenarnya tujuan atau hasil yang diharapkan dari materi yang disampaikan?

Saya diminta untuk datang mengajar di ISTAC karena mereka mengenal karya-karya saya yang telah diterbitkan mengenai sejarah dan filsafat sains Islam, sehingga itulah yang saya ajarkan. Saya juga diminta mengampu matakuliah logika yang memang diperlukan dalam semua bidang studi. Di samping itu, saya juga diminta mengajar bahasa Yunani kuno dan bahasa Latin. Bahasa-bahasa klasik ini, selain berfungsi untuk mengasah akal dan memberikan kepuasan kepada mahasiswa, memang amat diperlukan bagi mereka ingin meneliti karya-karya saintis Muslim dalam bahasa Arab, melacak sumber-sumbernya, dan membandingkannya dengan karya-karya ilmiah yang ditulis sebelumnya dalam bahasa Yunani, misalnya. Juga diperlukan apabila seseorang ingin meneliti dampak karya-karya tersebut terhadap dan kaitannya dengan perkembangan sains di Eropa [sejak perang salib hingga awal abad modern] yang hampir seluruhnya ditulis dalam bahasa Latin.

Tanya : Banyak orang [di Indonesia] menganggap sains Islam itu nostalgia belaka, yang hanya cocok untuk murid-murid sekolah saja. Namun [di luar negeri] minat terhadap sains Islam maupun upaya-upaya serius para ahli tampak semakin meningkat –mulai dari penelitian Eilhard Wiedemann yang dihimpun menjadi Aufsätze zur arabischen Wissenschaftsgeschichte (1970) sampai karya-karya yang diterbitkan Roshdi Rashid, editor Encyclopedia of the History of Arabic Science (1996). Bisa Anda jelaskan apa pentingnya itu semua dilakukan?

Saya tidak tahu pasti siapakah mereka yang bersikap dismissif itu. Akan tetapi, faktanya adalah bahwa peradaban Islam, termasuk di dalamnya sains, telah diteliti dengan serius oleh para akademisi di Eropa sejak zaman Renaissans. Sebut saja, misalnya, Thomas Erpenius di Leiden, yang aktif sampai akhir hayatnya di tahun 1624. Dan memang sekarang ini pun ada sejumlah lembaga-lembaga kampus di seluruh dunia yang secara khusus melakukan penelitian sejarah sains Islam seperti di universitas-universitas Barcelona (pusat studi Historia de la Ciencia Árabe), New York (Columbia University), Yale (Amerika Serikat), Aleppo (Suriah), Frankfurt (Jerman), dan banyak lagi.

Banyak orang tidak tertarik pada sejarah, dan tentu saja seseorang tetap bisa menjadi saintis yang ahli di bidangnya tanpa paham sejarah sains sama sekali. Namun, dengan mengetahui sejarah, seseorang akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang apa sebenarnya sains itu, hakikat dan tujuannya. Ia juga akan mendapat gambaran yang jelas dan semakin memahami bagaimana orang pada zaman yang berbeda dan kultur yang berbeda ternyata bisa memiliki pandangan dan pendekatan yang berbeda dalam mempelajari alam ciptaan Tuhan.

Tanya : Kendati pernah berkembang pesat dan maju di masa lalu, sains di dunia Islam sering disebut kemudian mengalami kemerosotan sejak lima ratus tahun terakhir. Bagaimana pendapat Anda soal ini?

Kalau membaca dari internet, kita akan menemukan banyak pendapat tentang mengapa sains tidak berkembang pesat di dunia Islam semenjak abad ke-16 dan mengapa perkembangan sains semenjak itu justru terjadi di Eropa. Pada dasarnya dalam hal ini tidak ada satupun jawaban yang pasti untuk pertanyaan “mengapa”. Sejarah bukan alam fisik. Apa yang terjadi [dalam sejarah] terjadi begitu saja [tanpa bisa diprediksi atau dimanipulasi]. Mungkin ada sebab-sebab tertentu yang positif maupun negatif berdampak pada kemajuan sains, sebagaimana dikemukakan oleh banyak sejarawan. Saya sendiri tidak memiliki pendapat khusus soal ini. Saya mungkin lebih sepakat dengan pendapat Cohen dalam bukunya, How Modern Science Came into the World (Bagaimana sains modern muncul, terbitan 2010), yang mengatakan bahwa tidak terdapat alasan-alasan yang menghalangi kita untuk bertanya mengapa Revolusi Sains tidak terjadi di dunia Islam pada abad ke-11. Barangkali saya bisa menguraikan masalah ini lebih lanjut dalam kuliah saya di INSISTS pekan depan.

Tanya : Apakah tantangan mereka yang ingin meneliti sains Islam. Apa saran Anda untuk mereka?

Masih banyak sekali karya-karya sainstis Muslim dalam bentuk manuskrip yang tersebar dan tersimpan di perpustakaan di seluruh dunia, baik perpustakaan universitas maupun lembaga-lembaga swasta dan milik pribadi. Tidak ada yang tahu persis berapa jumlahnya dan apa isinya. Maka tantangan kita kemudian adalah, pertama, melacak keberadaan karya-karya tersebut, mendata dan mengedit serta menerbitkannya. Setelah itu meneliti dan menguraikan isinya, membandingkan dengan teks-teks sejenis dari periode sebelum maupun sesudahnya, menentukan hubungan atau keterkaitan di antaranya, dari segi apa, sejauh mana, dan seterusnya. Untuk inilah diperlukan penguasaan bahasa Yunani (Greek) dan Latin, disamping penguasaan bahasa Arab dan latarbelakang pendidikan sains yang memadai. Publikasi dalam bahasa Inggris akan memperluas cakupan manfaat maupun dampaknya kepada masyarakat pembaca di tingkat internasional. Jadi, cukup banyak yang perlu dikerjakan oleh mereka yang memiliki perangkat-perangkat linguistik dan saintifik tersebut. Kalaupun Anda hanya menguasai bahasa Arab, banyak proyek bisa digarap dalam bidang

Tanya : Terima kasih atas waktu dan kemurahan hati Anda!

Dengan senang hati juga!

Leave a Reply