Home Artikel Averroisme

Averroisme

2199
0

“Pemikiran Ibn Rusyd diambil Barat sehingga Barat menjadi maju, sedang pemikiran al-Ghazzali dibawa ke Timur dan karena itu Timur mundur.”  Kesimpulan ini tersebar luas dikalangan mahasiswa dan dosen dari dulu hingga kini. Tidak jelas siapa yang mula-mula menyebarkannya, tapi orientalis pada umumnya berasumsi begitu.

Pemikiran Ibn Rusyd memang populer di Barat karena gagasan integrasi filsafat dan agamanya. Sejak diterjemahkan (1230), pemikirannya tersebar luas di Eropah dan ditrapkan di gereja-gereja, sehingga menjadi gerakan Averroism. Namun, Averroism ternyata adalah tidak murni mengikuti Ibn Rusyd, tapi telah bercampur dengan Aristotelianisme radikal dan heterodok. Ide utamanya adalah dua jalan menuju kebenaran: filsafat dan wahyu, dikenal dengan “teori kebenaran ganda” (double truth); keabadian alam; kesatuan akal semua manusia (monopsychism), dan kebangkitan orang mati.

Karena gagasannya yang menyangkut agama itu Paus Gregory IX membentuk komisi khusus untuk mengkajinya.  Namun, tidak semua akur  dengan pemikiran Ibn Rusyd. Tahun 1270 dan 1277 Bishop Etienne Tempier dari Gereja Katholik Roma memerinci hinggi 219 poin kesalahan Ibn Rusyd.

Diantaranya justru membela al-Ghazzali. Ramon Lull (1232-1316) yang menjuluki gerakan ini dengan Averroistae mengkritik pembela Averroism melalui wacana di kampus-kampus. Pengikutnya Siger Barabant (1270), Boetius Dacia dan Bernier of Nivelles  dosen di University of Paris dituduh bid’ah. Dituduh telah terpengaruh Averroes buku Dante berjudul De Monarchia dibakar atas perintah Paus John XXII.

Namun, dari abad ke 13 hingga 16 Averroism terus berkembang menjadi tren pemikiran Barat yang dominan, khususnya di Perancis. Bahkan diabad ke 16 pendukungnya seperti Giordano Bruno, Pico della Mirandola dan Cesare Cremonini masih bertahan.

Selain dikritik, pemikiran Ibn Rusyd tentang kebenaran dianggap ancaman dan pemicu atheisme modern. Eatine Gelner, menuduh Ibn Rusyd sebagai penebar benih sekularisme di Barat. Benedict Spinoza (1632-1677) mengaku bahwa gagasan pentheismenya tercipta dari doktrin monopsychisme Ibn Rusyd, sedangkan kecenderungannya terhadap sekularisme dipengaruhi oleh doktrin “double truth”. Tak heran jika tokoh filosof mereka seperti Albert the Great (1200-1280) dan Thomas Aquinas (1225-1274) dengan keras ikut menghantamnya.

Benarkah Ibn Rusyd lebih rasional dan mendorong penggunaan akal. Ternyata tidak. Komentar Ibn Rusyd tentang logika Aristotle (terjemahan William of Luna) masih kalah rasional dibanding teori Ibn Sina. Faktanya. Roger Bacon, Thomas Aquinas, dan diikuti oleh Pseudo-Robert Kilwardby, Radulphus Brito, Hervaeus Natalis, Peter Aureoli, Duns Scotus and William of Ockham justru menjadi “santri” setia Ibn Sina dalam bidang mantiq, bukan Ibn Rusyd. Selain itu, karya Ibn Sina berjumlah 400an, sedang karya Ibn Rusyd hanya sekitar 70 an.   

Bukan hanya dalam logika. Teori Ibn Sina tentang fakultas jiwa manusia lebih populer dibanding Ibn Rusyd. Buktinya teori jiwa Ibn Sina muncul dalam buku-buku standar filsafat di perguruan tinggi sejak tahun 1220 hingga waktu yang lama. Buku-buku seperti Philosophy of the Simple (Philosophia pauperum),  Mirror of Nature (Speculum naturale) dan Philosophic Pearl (Margarita philosophica) yang terbit tahun 1490an menggunakan teori jiwa Ibn Sina. Sementara doktrin Ibn Rusyd tentang kesatuan jiwa (monopsychisme dan panpsychisme) malah dikritik banyak orang, diantaranya oleh Thomas Aquinas dalam bukunya De unitate intellectur contra Averroistas (Kesatuan Intelek, Kritik terhadap Ibn Rusyd).

Dalam masalah kausalitas Ibn Rusyd dinilai banyak peneliti salah faham terhadap al-Ghazzali. Ia menuduh al-Ghazzali mengingkari kausalitas dan karena itu mengingkari ilmu pengetahuan. Padahal, al-Ghazzali menerima prinsip kausalitas, tapi menolak kepastiannya. Sebab, katanya, jika kausalitas itu mutlak pasti, berarti Tuhan tidak memiliki kehendak dan kuasa terhadap alam ini. Dalam teori al-Ghazzali, Tuhan berkehendak tapi kausalitas tetap ada. Kehendak Tuhan pun bukan semena-mena dan tidak akan merusak konsep ilmu. Kita pun tahu saat inipun kausalitas alam semesta ini masih menyimpan faktor X, tidak tahu secara pasti sebab atau akibatnya, kecuali Tuhan. Kritika al-Ghazzali terhadap kausalitas bahkan diadopsi Malebranche dan David Hume. Tapi mereka menghilangkan faktor Tuhan sehingga menjadi sekuler.

Masalahnya, konsep Tuhan dalam ide kepastian kausalitas Ibn Rusyd dan para filosof peripatetik itu adalah masih Tuhan Aristotle (Unmoved Mover).  Toerinya rasional tapi bukan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tuhan yang bisa masuk ruang dan waktu, dan yang tahu hal-hal partikular seperti dalam al-Qur’an. Teori kepastian kausalitas itulah yang kini menjadi basis sains modern yang terpisah dari agama.

Jika kritik al-Ghazzali terhadap kepastian kausalitas disampaikan zaman sekarang, banyak Muslim yang akan akur. Sebab hubungan sains dan agama di Barat semakin jauh dan bahkan terputus alias Godless. Dan jika teori kausalitas Ibn Rusyd, termasuk teori Tuhannya disampaikan sekarang, tentu masih akan menuai badai kritik. Kini teori penciptaan lebih populer ketimbang emanasi dan ilmu pengetahuan dalam Islam masih bisa berkembang.

Tuduhan bahwa kritik al-Ghazzali adalah pemicu kemunduran umat Islam atau sains didunia Islam tidaklah berdasar. Kajian teliti terhadap buku-buku al-Ghazzali, tidak sedikitpun membuktikan tuduhan itu. Ia malah berfikir integratif:”Semua ilmu rasional adalah religious dan semua ilmu agama adalah rasional”. Buktinya sains dalam Islam, khususnya Astronomi tidak terpengaruh oleh Tahafut dan masih terus berjalan hingga abad ke 15. Empat abad setelah Tahafut al-Ghazzali terbit. Karya-karya dan pusat studi sains Ibn Shatir di Maragha masih berjalan. Lagi pula politik, ekonomi dan pendidikan umat Islam mundur bukan karena kritik al-Ghazzali.

Ternyata Ibn Rusyd bukan satu-satunya pemikir Muslim yang berpengaruh di Barat. Bahkan, menurut William Mc Neil, dalam Rise of Western Civilization, peran dan prestasi para filosof Muslim masih tergolong rendah dibanding para saintisnya. Jadi klaim bahwa Barat maju karena pemikiran Ibn Rusyd dan Muslim mundur karena mengikuti pemikiran al-Ghazzali adalah kesimpulan sembrono.  Wallah A’lam.

Leave a Reply