Home Artikel Al Qur’an

Al Qur’an

993
0

Brad Thor, seorang penulis novel yang produkif. Tulisannya yang agak mutakhir berjudul The Last Patriot, Thriller. Detail mengenai novel ini tidak penting. Tapi yang aneh karya fiksi ini memasukkan fakta-fakta sejarah Islam yang difiksikan atau dikarangnya sendiri. Ia misalnya menulis bahwa “pada bulan juni 632 Nabi Muhammad menerima wahyu terakhir. Dalam beberapa hari (kemudian) ia terbunuh”.  Selain itu ia juga menyatakan bahwa wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad hilang. Tapi, di akhir buku itu, dalam  Author’s Note ia menulis bahwa “pendapat tentangnya hilangnya wahyu Muhammad itu adalah karangan saya”  dan pendapat tentang terbunuhnya Muhammad oleh sahabatnya itu adalah rekayasa saya (meskipun ada bukti bahwa Muhammad itu dibunuh)”.

Dalam novel itu Brad Thor mengaku bahwa diantara yang menjadi konsultannya adalah tentang Islam adalah Daniel Pipes dan Robert Spencer. Kedua konsultan ini banyak menulis Islam secara negatif.  Robert  Spencer menulis buku berjudul Islam Unveiled (DiIndonesiakan dan diterbitkan oleh Paramadina menjadi Islam Ditelanjangi).  

Di dalam buku ini ia menggambarkan bahwa al-Qur’an tidak punya konsep damai dengan kafir and musyrik.  Ia juga menyitir ayat-ayat perang  terhadap kafir dan juga ahlul kitab. Itu berarti bahwa inti dari ajaran Islam, yakni al-Qur’an memang sudah memusuhi orang kafir.  Bahkan  dia menolak pernyataan Harun Yahya bahwa al-Qur’an buka sumber kekerasan.  Kisah-kisah pembunuhan di zaman Nabi terhadap musuh-musuh Islam  (yang berlum jelas kesahihannya) dibeberkan. Masih banyak lagi. Selain mengorek apakah Islam itu agama damai, ia juga “memojokkan” Islam dalam soal HAM dan soal Perempuan.  Pendek kata Spencer melihat secara khusus sisi negatif Islam dari pemahamannya sendiri dan tidak menyebut sisi positifnya.  

Ini seperti memberi tahu orang Barat bahwa Islam adalah masalah besar bagi Barat.   Solusi yang ditawarkan Robert secara implisit muncul dalam bentuk pertanyaan:  Apakah Islam kompatibel dengan Demokrasi Liberal? Dapatkah Islam Disekularkan, Dicocokkan dengan Pluralisme Barat? Apakah Islam toleran terhadap non-Muslim?  Jawaban dari dua pertanyaan pertama adalah positif, sedangkan jawaban pertanyaan terakhir adalah negatif. Artinya, solusi masalahnya, Islam harus di Baratkan, disekularkan atau diliberalkan.

Robert Spencer seperti menegaskan bahwa masalah terbesar hubungan Islam dan Barat adalah al-Qur’an itu sendiri.  Dan mustahil terjadi rekonsiliasi dengan Islam. Jalan satu-satunya yang harus ditempuh adalah mem-Barat-kan, mensekularkan, meliberalkan Muslim. Dan ini sudah berhasil di beberapa kasus.

Sejatinya, pembakaran al-Qur’an oleh John Terry atau siapapun tidak berdampak apa-apa bagi Muslim. Orang masih bisa mencetak lagi. Kita perlu marah karena ghirah kita, karena keimanan kita dan karena merusak sesuatu yang kita sucikan. Jangankan al-Qur’an bendera kita dibakar pun mengundang demo besar-besaran. Bagi yang tidak demo akan dicap rendah jiwa patriotismenya dan lemah nasionalismenya.

Memang mendemo pembakar Qur’an perlu, supaya tahu arti kitab suci bagi Muslim. Namun, yang lebih perlu adalah mendemo tulisan orientalis dan murid-muridnya yang merusak aqidah, menafikan syariah dan merendahkan status al-Qur’an dari wahyu menjadi sekedar “karangan” Nabi Muhammad. Karena menyerang ajaran al-Qur’an itu lebih dahsyat  dari sekedar membakar mushaf al-Qur’an. Al-Qur’an adalah ilmu dan ilmu itu cahaya, karena itu cahaya itu harus diperjuangkan agar tetap hidup dalam diri kita.  

Leave a Reply